Home / Cerita Perjalanan / Dari Desa ke Lobby Hotel: Anak Muda Lombok Menjemput Mimpi di Mandalika

Dari Desa ke Lobby Hotel: Anak Muda Lombok Menjemput Mimpi di Mandalika

Mandalika belum bisa serta merta membawa dampak besar seperti yang diharapkan. Meski demikian, sudah ada geliat kecil yang terus menumbuhkan optimisme  terhadap kawasan ekonomi khusus pariwisata itu.

Seorang tamu yang terlihat kebingungan, mendekat ke meja resepsionis, Sabtu (5/8/2023) sekitar pukul 12.00 Wita lalu. Johan Perdana yang siang itu bertugas, langsung menyapa tamu berkewarganegaraan asing itu dengan ramah. Ia kemudian menanyakan keperluannya.

Johan dengan lancar memberikan jawaban. Membuat tamu itu tersenyum senang saat meninggalkannya kembali bekerja. “Tadi, tamu itu menanyakan aktivitas apa saja yang bisa dia lakukan selama menginap di sini,” kata Johan.

Menjadi resepsionis dengan tugas mengurus pelaporan masuk dan keluar (check in dan check out), adalah aktivitas harian Johan di Pullman Lombok Merujani Mandalika Beach Resort, Kuta, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Ia menempati posisi itu sekitar dua bulan terakhir.

“Sebelumnya, selama sepuluh bulan saya di operator. Tugasnya mengangkat dan menerima telpon. Sekarang, di resepsionis, selain check in dan check out, kami juga di resepsionas sebagai pusat informasi. Sehingga product knowledge juga harus bagus,” kata warga Desa Ketara, Pujut itu.

Johan menuturkan, ia bergabung di Pullman Lombok sejak sebelum dibuka atau pre-opening Agustus 2022 lalu. Saat itu, ia tengah memasuki kuliah akhir di Jurusan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.

“Ini memang renjana (passion) saya. Saya mengambil Bahasa Inggris karena memang pengin kerja di dunia pariwisata. Akhirnya bisa diterima dan sekarang jadi karyawan tetap di sini,” kata Johan yang kini tinggal menunggu yudisium dan wisuda.

Menurut Johan, dari operator hingga mendapat promosi sebagai resepsionis, ia mengaku merasakan perubahan signifikan. Baik dari sisi kemampuan menangani pekerjaan, juga secara personal.

“Tantangannya banyak. Misalnya bagaimana beradaptasi dengan sistem kerja orang-orang yang lebih berpengalaman. Sehingga saya berusaha banyak mendengar dan mengambil pelajaran baik untuk nanti diterapkan,” kata Johan.

Johan mengatakan, ia juga ditantang mengikuti ritme kerja yang benar-benar cepat. “Sehingga kami yang muda-muda dan terbiasa santai, pertama kali kaget. Sehingga kalau tidak kuat, susah. Kuncinya, kalau misalnya ada kesalahan, saya harus cepat memperbaiki diri,” kata Johan.

Interaksi dengan berbagai tamu juga membuat Johan mengaku menjadi warga lokal yang lebih berpikiran tebuka atau open minded. “Ternyata di belahan dunia lain, banyak orang dengan ras, warna kulit, dan budaya yang berbeda. Dari mereka saya belajar banyak hal tentang kedisiplinan karena selalu tepat waktu, juga tentang menghargai sesama,” kata Johan.

Selain itu, kata Johan, mentalnya juga dilatih sehingga lebih percaya diri. Termasuk bagaimana berbicara di hadapan orang banyak atau public speaking

“Di sisi lain, ekonomi juga terbantu karena saya dapat gaji bulanan. Dulu saat belum atau awal kerja, masih sangat bergantung ke orang tua. Sekarang, sudah tidak lagi. Bahkan bisa kasih uang bulanan ke orang tua,” kata Johan yang kedua orang tuanya bekerja sebagai petani.

Johan mengaku optimistis dengan pilihannya untuk terjun di dunia pariwisata. Apalagi dengan pembangunan di Mandalika yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. 

“Tidak pernah membayangkan Mandalika akan seberkembang sekarang. Jadi saya sangat bersyukur punya daerah yang menjadi salah satu tujuan wisata baik domestik maupun mancanegara,” kata Johan.

Antusiasme tidak hanya ditunjukkan Johan untuk menyambut Mandalika.  Orang-orang di kampungnya juga mulai melihat peluang besar dari hadirnya kawasan ekonomi khusus pariwisata itu.

“Sekarang, di kampung saya juga semakin banyak yang mengambil jurusan pariwisata. Mulai dari sekolah ke SMK pariwisata, juga kuliah di Politeknik Pariwisata Lombok di Praya,” kata Johan.

Selain Johan, pekerja lain di Pullman juga merasakan dampak dari kehadiran Mandalika. Sri (bukan nama sebenarnya), adalah lulusan Poltekpar jurusan seni kuliner yang kini bekerja di bagian pastry hotel tersebut.

“Sebelum gabung pada September 2022 lalu, saya sempat bekerja di salah satu café di Mandalika. Tetapi dulu saya di dapur saja. Sekarang, harus bertemu dan mengobrol dengan tamu tentang kue yang kami sajikan,” kata Sri.

Ia mengaku belajar banyak sejak bergabung dengan hotel tersebut. Di sisi lain, ia terbantu oleh dukungan para senior yang mau berbagi pengetahuan. “Mereka mau mengajar dari nol. Dari benar-benar tidak bisa, menjadi bisa,” kata Sri.

Tidak hanya belajar membuat kue, Sri juga belajar tentang kedisiplinan. Ia harus bangun pagi untuk ke hotel dan menyiapkan seluruh kebutuhan kue untuk sarapan para tamu. Tetapi ia mengaku menikmati itu semua. “Di sini bahagia. Dari sisi kerja, orang-orangnya, juga gajinya,” kata Sri. 

Sri mengatakan, dari gaji, ia kini bisa memenuhi kebutuhan diri sendiri, juga berbagai ke orang tua. “Saya juga bisa membeli perhiasan. Kalau di tempat kerja dulu, susah karena lagi korona dan gaji di bawah UMR. Sekarang cukup kebutuhan sendiri dan kasih ke orang tua,” kata Sri. 

Sri mengaku ingin berkarir sebagai ahli pembuat kue di Pullman. Tetapi seiring berkembangnya pariwisata NTB dengan hadirnya Mandalika, ia juga kelak ingin membuka usaha kue sendiri. 

GM Pullman Lombok Budi Wahjono mengatakan, peningkatan kapasitas karyawan menjadi salah hal penting di hotel yang berada di bawah jaringan Accor. Hal itu juga yang dilakukan di Pullman Lombok. 

“Berbagi pelatihan diberikan untuk semua karyawan di bawah Accor. Di situ, mereka dilatih cara ngomong, dikasih contoh bagaimana mendapatkan hati customer, apa yang harus dilakuan saat tamu datang, reservasi, hingga check out,” kata Budi.

Selain itu, seperti di Pullman Lombok, keterlibatan orang lokal jadi poin lebih. “ Kalau ada orang lokal yang kompeten, kenapa kita harus cari orang luar. Kalau di derah lain, orang lokal mungkin cuma 20 persen sampai 30 persen. Hal itu karena lokal banyak yang tidak minat atau tidak sesuai dengan kebutuhan kita,” kata Budi.

Tetapi di Lombok, kata Budi, kebutuhan mereka untuk posisi tertentu, sudah bisa disupply oleh tenaga lokal. “Selain dekat dengan Bali,  kebetulan di sini juga ada sekolah pariwisata. Jadi nyambung lah. Sehingga banyak yang punya kompetensi di bidang hotel. Walaupun sebelumnya tidak bisa, tetapi kita latih dan ternyata bisa,” kata Budi.

Jika pun ada posisi yang sulit diisi oleh orang lokal, mereka juga berupaya mempersiapkannya lewat pelatihan. “ Ada program khusus. Kami mengambil masyarakat setempat yang benar-benar latih. Memang bukan merekrut. Melainkan kami perkenalkan hotel dengan harapan sehingga tumbuh minat dan belajar lebih lanjut,” kata Budi.

Pelan tapi pasti, dampak hadirnya KEK Mandalika semakin terlihat. Meski masih berupa geliat kecil, tetapi itu membuka jalan bagi dampak yang lebih besar di masa depan. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *